Minggu, 16 Mei 2010

MENGHARGAI KARYA ORANG LAIN

1. Pendahuluan


Menghargai hasil karya orang lain merupakan salah satu upaya membina keserasian dan kerukunan hidup antar manusia agar terwujud kehidupan masyarakat yang saling menghormati dan menghargai sesuai dengan harkat dan derajat seseorang sebagai manusia. Menumbuhkan sikap menghargai hasil karya orang lain merupakan sikap yang terpuji karena hasil karya tersebut merupakan pencerminan pribadi penciptanya sebagai manusia yang ingin dihargai.


Hadits Nabi Muhammad yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bekerja dan menekuni kerjanya.” (HR Baihaqi).


Kita tidak dapat mengingkari bahwa keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mudah dan santai tapi dengan perjuangan yang gigih, ulet, rajin dan tekun serta dengan resiko yang menyertainya. Oleh karena itu, kita patut memberikan penghargaan atas jerih payah tersebut. Isyarat mengenai keharusan seseorang bersungguh-sungguh dalam berkarya dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai berikut.


Artinya : “…Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh kerjaan yang lain.” (QS Al Insyirah : 5-7).

2. Pembahasan

a.Pengertian menghargai karya orang lain


Berkarya artinya melakukan atau mengerjakan sesuatau sampai menghasilkan sesuatu yang menimbulkan kegunaan atau manfaat dan berarti bagi semua orang. Karya tersebut dapat berupa benda, jasa atau hal yang lainnya.
Menghargai karya orang lain berarti menghargai dan menghormati suatu hasil atau buah dari pemikiran seseorang yang mempunyai kegunaan dan manfaat dan berarti bagi semua orang.

b.Dasar dogmatik (Al Quran dan Hadits) berkaitan dengan menghargai karya orang lain.


ﺧﻴﺭﺍﻟﻨﺎﺲ ﻤﻦ ﻳﻨﻔﻊ ﻠﻠﻨﺎ ﺱ (ﺮﻮﺍﻩ ﻤﺗﻔﻕ ﻋﻠﻴﻪ)

Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepada manusia lain.” (HR Muttafaqun Alaih)
Hadits nabi Muhammad yang artinya :“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bekerjan dan menekuni kerjanya.” (HR Baihaqi).


“…Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh kerjaan yang lain.” (QS Al Insyirah : 5-7).

ﺘﺑﺴﻤﻚ ﻔﻲ ﻮﺠﻪ ﺍﺨﻳﻚ ﻠﻙ ﺻﺪﻗﺔ ﴿ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺷﻳﺧﺎﻦ﴾
Artinya : “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah” (HR Asy Syaikhan).




“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada ALLAH, sungguh ALLAH sangat berat siksa-Nya.” (QS al-Ma’idah [5]: 2).

c.Urgensi atau kepentingan menghargai karya orang lain.


Dalam menghasilkan sebuah karya, seseorang harus melalui proses-proses tertentu yang tidak mudah. Karena itulah kita patut memberikan penghargaan terhadap orang tersebut.


Penghargaan yang baik ini akan mendorong orang tersebut untuk terus berkarya Demikian halnya dengan diri kita akan terpacu untuk dapat menghasilkan sesuatu karya yang bermanfaat. Jika hal itu terjadi maka akan ada semangat dan kompetisi yang sehat dalam hal menghasilkan karya yang bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.

d.Perilaku yang menunjukan bentuk penghargaan dan pengabaian terhadap karya orang lain.


Perilaku yang menunjukan bentuk penghargaan dapat dilakukan dengan cara menggunakan karya tersebut dengan baik dan mengakui bahwa hasil karya tersebut adalah buatan si penemu, tidak merusak, tidak meniru, tidak memalsukan karya orang lain, menghindari perasaan dengki atas prestasi orang lain, dan meneladani prestasi yang telah dicapai.


Kalaupun kurang menyukai karyanya, kita tidak perlu melecehkan karya tersebut, tetapi menghargainya sebagai karya intelektual. Demikian juga sebaliknya, jika menyukai karyanya, tidak berarti kita dapat berbuat sesuka hati dengan karya tersebut. Contoh: melakukan perbuatan seperti menyontek, menjiplak, mengkopi, memperbanyak suatu karya tanpa izin dari si penemu termasuk sikap yang tidak tepat. Kita boleh manggandakan hasil karya orang lain tersebut, asalakan sudah mendapatkan izin dari si penemunya.

e.Bahaya mengabaikan karya orang lain (tidak menghargai orang lain).


i.Membahayakan Keimanan
Tidak menghargai karya orang lain menunjukan sikap mental yang tidak sehat. Sikap tersebut akan dapat membawa kita pada sikap iri hati, dengki, hingga suuzan pada orang lain. Hal ini tentu saja berbahaya bagi keimanan kita kepada-Nya.

ii.Membahayakan Ahklak
Seseorang yang terbelit oleh perasaan tamak dan tidak peduli lagi dengan hasil karya orang lain akan terdorong untuk melakukan tindak pelanggaran dan kejahatan, seperti pembajakan hak cipt, pembunuhan karakter, dan beragam kejahatan lainnya. Sikap tamak dan tiadanya rasa penghargaan pada hasil karya orang lain berpotensi menhalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya meskipun melanggar aturan agama.








iii.Membahayakan Masyarakat
Apabila sikap tidak menghargai karya orang lain dan sikap tamak bergabung menjadi satu, lalu dilanjutkan dengan tindakan kejahatan untuk memperkaya diri, maka mulailah dampak pada masyarakat terjadi. Kita dapat dengan jelas melihat hal ini dalam kejahatan pembajakan hasil karya. Sebuah buku misalnya.

f.Cara menumbuhkan penghargaan terhadap karya orang lain.
Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih terlebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun. Seperti contoh, ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu, seseorang harus berusaha saling memberi dan menerima saran, pendapat atau nasehat dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa sulit. Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mapu menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melaui pendidikan akhlak.
ﺘﺑﺴﻤﻚ ﻔﻲ ﻮﺠﻪ ﺍﺨﻳﻚ ﻠﻙ ﺻﺪﻗﺔ ﴿ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺷﻳﺧﺎﻦ﴾
Artinya : “Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah” (HR Asy Syaikhan).


Upaya melestarikan serta meneruskan apa yang telah dicapai merupakan bentuk penghargaan kita kepada karya orang lain. Melestarikannya pun harus dengan cara yang baik misalnya dengan menjaga, merawat, dan memanfaatkannya secara maksimal. Dengan cara ini maka karya tersebut nantinya tetap dapat dirasakan manfaatnya oleh orang lain, termasuk untuk anak cucu kita.
Sebagai mahluk sosial, setiap pribadi seharusnya memiliki kepedulian terhadap sesamanya. Agama Islam mengajarkan kepada kita untuk saling menolong.



Demikian sebagaimana ditegaskan dalam ayat yang artinya:


“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada ALLAH, sungguh ALLAH sangat berat siksa-Nya.” (QS al-Ma’idah [5]: 2).


Pada akhir-akhir ini sering terjadi pelanggaran terhadap hak cipta dalam bidang ilmu, seni, dan sastra (intelectual property). Pelanggaran pada hak cipta terutama yang berupa pembajakan buku-buku, kaset-kaset yang berisi musik dan lagu, dan film-film dari dalam dan luar negeri, sudah tentu menimbulkan kerugian yang tidak sedikit, tidak hanya menimpa kepada para pemegang hak cipta (pengarang penerbit, pencipta musik/lagu, perusahaan film, dan perusahaan rekaman kaset, dan lain-lain), melainkan juga negara yang dirugikan, karana tidak memperoleh pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh dari pembajak tersebut.



Pembajakan terhadap intelektual property (karya ilmiah, dan lain-lain) dapat mematikan gairah kreatifitas para pencipta untuk berkarya, yang sangat diperlukan untuk kecerdasan kehidupan bangsa dan akselerasi pembangunan negara. Demikian pula pembajakan terhadap hak cipta dapat merusak tatanan sosial, ekonomi dan hukum di negara kita. Karena itu tepat sekali diundangkannya undang-undang No.6 tahun 1982 tentang hak cipta yang dimaksudkan untuk melindungi hak cipta dan membangkitkan semangat dan minat yang lebih besar untuk melahirkan ciptaan baru di bidang ilmu, seni dan sastra.

Namun di dalam pelaksanaan undang-undang tersebut masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta. Berdasarkan laporan dari berbagai asosiasi profesi yang berkaitan erat dengan hak cipta di bidang buku dan penerbitan, musik dan lagu, film dan rekaman video, dan komputer, bahwa pelanggaran terhadap hak cipta masih tetap berlangsung; bahkan semakin meluas sehingga sudah mencapai tingkat yang membahayakan dan mengurangi kreativitas untuk mencipta, serta dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam arti seluas-luasnya.



Karena itu lahirlah UU No.7 Tahun 1987 tentang hak cipta yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan materi UU No.6 Tahun 1982 tentang hak cipta agar lebih mampu memberantas/menangkal pelanggaran-pelanggaran terhadap hak cipta. Di bawah ini sedikit ilustrasi tentang perbandingan antara UU No.6 /1982 dan UU No.7/19987 tentang hak cipta.



Dengan diklasifikasinya pelanggaran terhadap hak cipta sebagai tindakan pidana biasa, berarti bahwa tindakan-tindakan negara terhadap para pelanggar hak cipta tidak lagi semata-mata didasarkan atas pengaduan dari pemegang hak cipta. Tindakan negara akan dilakukan baik atas pengaduan pemegang hak cipta yang bersangkutan maupun atas dasar laporan/informasi dari pihak lainnya. Karena itu aparatur penegak hukum diminta untuk bersikap lebih aktif dalam mengatasi pelanggaran hak cipta itu.



Hak Cipta Menurut Pandangan Islam



Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mewajibkan penyebarluasan ilmu dan ajaran agama seperti dalam Surat Al-Maidah ayat 67 dan Yusuf ayat 108. Dan di samping itu terdapat pula beberapa ayat yang melarang (haram), mengutuk dan mengancam dengan azab neraka pada hari akhirat nanti kepada orang-orang yang menyembunyikan ilmu, ajaran agama, dan mengkomersialkan agama untuk kepentingan dunia kehidupan duniawi, seperti dalam surat Ali Imran ayat 187; Al- Baqoroh ayat 159-160; dan ayat 174-175.





Kelima ayat dari surat Ali Imran dan Al-Baqoroh tersebut menurut historisnya memang berkenaan dengan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani). Namun sesuai dengan kaidah hukum Islam “yang dijadikan pegangan adalah keumuman lafalnya (redaksi), bukan kekhususan sebabnya.”

Maka peringatan dan ketentuan hukum dari kelima ayat tersebut di atas juga berlaku bagi umat Islam. Artinya, umat Islam wajib menyampaikan ilmu dan ajaran agama (da’wah Islamiyah) kepada masyarakat dan haram menyembunyikan ilmu dan ajaran agama, serta mengkomersilkan agama untuk kepentingan duniawi semata (Vide Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, vol. II/ 51)



Demikian pula terdapat beberapa hadits yang senada dengan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut di atas, antara lain hadits Nabi riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Hakim dari Abu Hurairah ra.:

“barang siapa ditanyai tentang sesuatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan diberi pakaian kendali pada mulutnya dari api neraka pada hari kiamat.”



Yang dimaksud dengan ilmu yang wajib dipelajari (fardhu ‘ain) dan wajib pula disebarluaskan ialah pokok-pokok ajaran Islam tentang akidah, ibadah, mu’amalah dan akhlak. Di luar itu, hukumnya bisa jadi fardhu kifayah, sunnah atau mubah, tergantung pada urgensinya bagi setiap individu dan umat (al-Zabidi, Taisirul Wusul ila Jami’ al-Ushul, vol. III, Cairo, Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh, 1934, hlm. 153)



Mengenai hak cipta seperti karya tulis, menurut pandangan Islam tetap pada penulisnya. Sebab karya tulis itu merupakan hasil usaha yang halal melalui kemampuan berfikir dan menulis, sehingga karya itu menjadi hak milik pribadi. Karena itu karya tulis itu dilindungi hukum, sehingga bisa dikenakan sanksi hukuman terhadap siapapun yang berani melanggar hak cipta seseorang. Misalnya dengan cara pencurian, penyerobotan, penggelapan, pembajakan, plagiat dan sebagainya.



Islam sangat menghargai karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan agama dan umat, sebab itu termasuk amal saleh yang pahalanya terus menerus bagi penulisnya, sekalipun ia telah meninggal, sebagaimana dalam hadits Rasul riwayat Bukhari dan lain-lain dari Abu Hurairah ra.:

“apabila manusia telah meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga, yaitu sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan dia.”



Karena hak cipta itu merupakan hak milik pribadi, maka agama melarang orang yang tidak berhak (bukan pemilik hak cipta) memfotokopi, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk bisnis. Demikian pula menterjemahkannya ke dalam bahasa lain dan sebagainya, juga dilarang, kecuali dengan izin penulisnya atau penerbit yang diberi hak untuk menerbitkannya.



Perbuatan menfotokopi, mencetak, menterjemahkan, membaca dan sebagainya terhadap karya tulis seseorang tanpa izin penulis sebagai pemilik hak cipta atau ahli warisnya yang sah atau penerbit yang diberi wewenang oleh penulisnya, adalah perbuatan tidak etis yang dilarang oleh Islam. Sebab perbuatan semacam itu bisa termasuk kategori ‘pencurian’ kalau dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan diambil dari tempat penyimpanan karya tulis itu; atau disebut ‘perampasan/ perampokan’ kalau dilakukan dengan terang-terangan dan kekerasan; atau ‘pencopetan’ kalau dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan di luar tempat penyimpanannya yang semestinya; atau ‘penggelapan/khianat’ kalau dilakukan dengan melanggar amanat/perjanjiannya, misalnya, penerbit mencetak 10.000 eksemplar padahal menurut perjanjian hanya mencetak 5.000 eksemplar, atau ghasab kalau dilakukan dengan cara dan motif selain tersebut di atas.



Adapun dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan dasar melarang pelanggaran hak cipta dengan perbuatan-perbuatan tersebut di atas antara lain:



1. al-Qur’an Surat Al-Baqoroh:188 “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil….”



2. Hadits Nabi riwayat Daruqutni dari Anas (hadits marfu’) : “tidak halal harta milik seorang muslim kecuali dengan kerelaan hatinya.”



3. Hadits Nabi:

“Nabi bertanya, ‘apakah kamu tahu siapakah orang yang bangkrut (muflis, Arab) itu?’ jawab mereka (sahabat): ‘orang yang bangkrut di kalangan kita ialah orang yang sudah tidak punya uang dan barang sama sekali’. Kemudian Nabi bersabda: ‘sebenarnya orang bangkrut (bangkrut amalnya) dari umatku itu ialah orang yang pada hari kiamat nanti membawa berbagai amalan yang baik, seperti shalat, puasa dan zakat. Ia juga membawa berbagai amalan yang jelek, seperti memaki-maki, menuduh-nuduh, memakan harta orang lain, membunuh dan memukul orang. Lalu amalan-amalan baiknya diberikan kepada orang-orang yang pernah dizalimi/dirugikan dan jika hal ini belum cukup memadai, maka amalan-amalan jelek dari mereka yang pernah dizalimi itu ditransfer kepada si zalim itu, kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka’.”



Ayat dan kedua hadits di atas mengingatkan umat Islam agar tidak memakai/menggunakan hak orang lain, dan tidak pula memakan harta orang lain, kecuali dengan persetujuannya. Pelanggaran terhadap hak orang lain termasuk hak cipta juga bisa termasuk ke dalam kategori muflis, yakni orang yang bangkrut amalnya nanti di akhirat.



Islam menghormati hak milik pribadi, tetapi hak milik pribadi itu bersifat sosial, karena hak milik pribadi pada hakikatnya adalah hak milik Allah yang diamanatkan kepada orang yang kebetulan memilikinya. Karenanya, karya tulis itu pun harus bisa dimanfaatkan oleh umat, tidak boleh dirusak, dibakar atau disembunyikan oleh penulisnya.



Penulis atau penerbit tidak dilarang oleh agama mencamtumkan “dilarang mengutip dan/atau memperbanyak dalam bentuk apapun bila tidak ada izin tertulis dari penulis/penerbit”, sebab pernyataan tersebut dilakukan hanya bertujuan untuk melindungi hak ciptanya dari usaha pembajakan, plagiat dan sebagainya yang menurut peraturan perundang-undangan di negeri kita juga dilindungi (vide UU No. Tahun 1982 jo UU NO.7 Tahun 1987 tentang hak cipta). Jadi, pernyataan tersebut jelas bukan bermaksud untuk menyembunyikan ilmunya, sebab siapapun dapat memperbanyak, mencetak dan sebagainya setelah mendapat izin atau mengadakan perjanjian dengan penulis/ahli waris atau penerbitnya.






Menghormati dan menghargai karya orang lain harus dilakukan tanpa memandang derajat, status, warna kulit, atau pekerjaan orang tersebut karena hasil karya merupakan pencerminan pribadi seseorang. Berkarya artinya melakukan atau mengerjakan sesuatau sampai menghasilkan sesuatu yang menimbulkan kegunaan atau manfaat dan berarti bagi semua orang. Karya tersebut dapat berupa benda, jasa atau hal yang lainnya


Islam sangat menganjurkan umatnya agar saling menghargai satu sama lain. Sikap menghargai terhadap orang lain tentu didasari oleh jiwa yang santun atau al hilmu yang dapat menumbuhkan sikap menghargai orang di luar dirinya. Kemampuan tersebut harus dilatih terlebih dahulu untuk mendidik jiwa manusia sehingga mampu bersikap penyantun. Seperti contoh, ketika bersama-sama menghadapi persoalan tertentu, seseorang harus berusaha saling memberi dan menerima saran, pendapat atau nasehat dari orang lain yang pada awalnya pasti akan terasa sulit. Sikap dan perilaku ini akan terwujud bila pribadi seseorang telah mapu menekan ego pribadinya melalui pembiasaan dan pengasahan rasa empati melaui pendidikan akhlak.
Kita tidak dapat mengingkari bahwa keberhasilan seseorang tidak dicapai dengan mudah dan santai tapi dengan perjuangan yang gigih, ulet, rajin dan tekun serta dengan resiko yang menyertainya. Oleh karena itu, kita patut memberikan penghargaan atas jerih payah tersebut. Isyarat mengenai keharusan seseorang bersungguh-sungguh dalam berkarya dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai berikut.


Artinya : “…Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari satu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh kerjaan yang lain.” (QS Al Insyirah : 5-7) lihat al-Qur’an online di Google,


Cara yang bisa diwujudkan untuk menghargai hasil karya orang lain adalah dengan tidak mencela hasil karya orang tersebut meskipun hasil karya itu menurut kita jelek. Memberikan penghargaan terhadap hasil karya orang lain sama dengan menghargai penciptanya sebagai manusia yang ingin dan harus dihargai. Bisa menghargai hasil karya orang lain merupakan sikap yang luhur dan mulia yang menggambarkan keadilan seseorang karena mampu menghargai hasil karya yang merupakan saksi hidup dan bagian dari diri orang lain tanpa melihat, kedudukan , derajat, martabat, status, warna kulit dan pekerjaan orang tersebut.





Perintah untuk berbuat baik kepada orang lain dapat diwujudkan dengan menghargai dan mensyukuri karyanya, baik dirasakan secara langsung atau tidak. Karena pada hakekatnya mensyukuri manusia dalam waktu yang sama adalah mensyukuri Allah Swt., sebab karya yang ada pada manusia adalah titipan Allah Swt. dengan kata lain, kebaikan yang ada pada manusia bersumber dari kebaikan Ilahi, berarti bila kita tidak bersyukur kepada manusia, sama artinya tidak bersyukur kepada Allah Swt. Rasul Saw. bersabda: “Man lam yasykurinnas lam yasy kurillah” (Siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia berarti tidak berterima kasih kepada Allah). Dan itu sedikit orang yang melakukan. Maha Benar Allah Swt. yang telah berfirman sedikit sekali hambaku yang bersyukur”. (QS. 34 : 13).





Hal demikian bisa terjadi karena beberapa faktor:


Pertama : Memandang bahwa kebaikan itu bersumber dari pelaku itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan iri hati, dengki dan ingin menggusur nikmat yang ada pada orang lain atau paling tidak nikmat itu pindah kepadanya. Dan ini adalah tingkatan dengki yang terkecil, sedangkan tingkatan dengki yang paling besar adalah hilangnya jasa, kebaikan yang ada pada orang lain walaupun sama-sama tidak mendapat.

Kedua : Selalu melihat ke atas. Dalam urusan duniawi kita tidak dianjurkan untuk selalu melihat ke atas, tapi sebaliknya kita dianjurkan melihat ke belakang dan melihat ke bawah. Dalam konteks pemekaran Kabupaten Batu Bara para pemekar telah banyak berjasa dalam membantu masyarakat untuk keluar dari berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, khususnya masalah perekonomian rakyat. Sehingga berbondong-bondong para pengusaha memberikan bantuan dengan tujuan agar mereka dikenal rakyat, pada akhirnya rakyat akan memilih mereka.

Walaupun tanpa disadari bahwa rakyat telah digiring untuk selalu melihat ke atas dalam hal keduniaan. Kondisi tersebut harus diwaspadai, sebab akan membuat rakyat sellau bangga dengan materi yang telah didapat dari orang tua, tanpa melihat seberapa besar kontribusi orang yang membantunya dalam peningkatan amal ibadah. Jika pertolongan dengan materi itu dibiarkan merajalela, maka akan memasyarakatlah opini “Balas Budi”. Bukan “Balas Ikhlas”. Balas budi adalah suatu kondisi di mana pemberian keinginan itu harus dibalas dengan keinginan orang yang memberi.



Sifat ini telah dijelaskan oleh Allah SWT. dalam Al Qur’an surat al-Baqarah ayat 264 :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ria kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadi dia bersih (tidak bertanah) mereka tidak menguasai sesuatu pun demi apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”

3.Penutup


Dengan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa menghargai karya orang lain merupakan sikap yang perlu kita biasakan. Demikian juga dengan hasil karya yang kita buat, kita beri kesempatan kepada orang lain agar dapat memanfaatkan karya kita tersebut. Dengan demikian maka akan tercipta kerjasama yang baik diantara kita. Kerjasama dengan semangat saling menghormati terhadap sesama.


ﺧﻴﺭﺍﻟﻨﺎﺲ ﻤﻦ ﻳﻨﻔﻊ ﻠﻠﻨﺎ ﺱ (ﺮﻮﺍﻩ ﻤﺗﻔﻕ ﻋﻠﻴﻪ)
Artinya : “Sebaik-baik manusia adalah orang yang selalu memberi manfaat kepada manusia lain.” (HR Muttafaqun Alaih).







Resensi:

http://fsiekonomi.multiply.com/

http://www.alhakim.or.id/

Resensi Buku : La Tahzan ! (Jangan Bersedih ! )

Judul Resensi          
Tips Menjadi Orang yang Paling Bahagia Dan Membantu Kita Agar Tidak Mudah Bersedih Dalam Menghadapi Setiap Permasalahan.

                     Judul Buku                             : La Tahzan [Jangan Bersedih]
                    Penulis                                    : DR. ‘Aidh Al-Qarni
                     Penerjemah                           : Samson Rahman
                     Penerbit                                 : Qisthi Press
                     Cetakan ke/Tahun Terbit     : Ke-35, September 2003
                     Tebal buku                             : xxviii + 572 halaman
                    Panjang/Lebar/Tebal            : 24 cm/15 cm/ 3,8 cm
                   Jenis Kertas                            : HVS
                    Harga                                      : Rp 89.000 – Rp 105.000


            Buku ini mengulas tentang permasalahan-permasalahan yang membuat siapa saja senantiasa merasa hidup dalam bayangan-bayangan kegelisahan, kesedihan dan kecemasan. Lalu dengan buku ini, perasaan-perasaan tersebut hilang dan buku ini mengajak Anda untuk senantia Berbahagia.
            Dalam buku ini, penulis sengaja menukil ayat-ayat Allah, bait-bait syair, pengalaman dan ‘ibrah, catatan peristiwa dan hikmah, serta berbagai perumpamaan dan kisah-kisah yang dijadikan oleh penulis sebagai penawar hati yang lara, penghibur jiwa yang tercabik, dan pelipur diri yang sedang dirundung duka cita.
Buku ini mengatakan kepada Anda, “Bergembiralah dan berbahagialah!” atau “ Optimislah dan tenanglah!” Bahkan, mungkin pula ia akan berkata, “Jalani hidup ini apa adanya dengan ketulusan dan keriangan!”.

DR. ‘Aidh Al-Qarni, Beliau berasal dari keluarga Majdu' al-Qarni, lahir di tahun 1379 H di perkampungan al-Qarn, sebelah selatan Kerajaan Arab Saudi. Meraih gelar kesarjanaan dari Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Imam Muhammad ibn Su'ud tahun 1403-1404 dan gelar Magister dalam bidang Hadits Nabi tahun 1408 H dengan tesis berjudul al-Bid'ah wa Atsaruha fi ad-Dirayah wa ar-Riwayah (Pengaruh Bid'ah terhadap ilmu Dirayah dan Riwayah Hadits).


            Gelar Doktornya diraih dari Universitas yang sama pada tahun 1422 H dengan judul disertasi "Dirasah wa Tahqiq Kitab al-Mafhum 'Ala Shahih Muslim li al-Qurthubi" (Studi analisis Kitab al-Mafhum 'Ala Shahih Muslim karya al-Qurthubi). Ia telah menghasilkan lebih dari delapan kaset rekaman yang memuat khotbah, kuliah, ceramah, sejumlah bait syair dan hasil seminar-seminar kesusatraan.




            Beliau juga penulis buku "La Tahzan", "30 Tips Hidup Bahagia", "Berbahagialah : Tips Menggapai Kebahagiaan Dunia Akhirat", "Menjadi Wanita Paling Bahagia", "Muhammad
Ka annaka Tara", "Bagaimana Mengakhiri Hari-Harimu".dll


            Ia juga hafal Al-Quran (yang merupakan syarat mutlak sebagai mahasiswa di Saudi Arabia, pada umumnya), dan juga hafal kitab hadits Bulugh al-Maram serta menguasai 5000 hadits, dan lebih dari 10000 bait syair Arab kuno hingga modern.


Beberapa syair dari beliau :


"Kutanamkan di dalamnya mutiara,
hingga tiba saatnya ia dapat menyinari tanpa mentari
dan berjalan di malam hari tanpa rembulan.
Karena kedua matanya ibarat sihir dan keningnya laksana pedang buatan India
Milik Allah-lah setiap bulu mata, leher dan kulit yang indah mempesona..."
"Betapapun kulukiskan keagungan-Mu dengan deretan huruf,
Kekudusan-Mu tetap meliputi semua arwah
Engkau tetap yang Maha Agung, sedang semua makna,
akan lebur, mencair, ditengah keagungan-Mu, wahai Rabb ku"

          Buku ini mampu mengajak kita untuk hidup berbahagia dengan menghilangkan segala perasaan-perasaan yang membuat kita gelisah, sedih dan cemas. Buku ini menyertakan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang sesuai dengan tema setiap bahasan. Buku ini bersifat umum. Singkatnya, buku ini untuk kaum muslim maupun non-muslim. Terdapat beberapa tips menghilangkan rasa sedih di hati, serta beberapa kisah-kisah yang diangkat sesuai dengan materinya.

            Namun, buku ini tidak memiliki ringkasan strategi, sehingga para pembaca merasa kesulitan dalam meringkas materi. Buku ini terlalu banyak materi dan tidak tersusun dalam bab-bab tidak seperti kebanyakan buku-buku. Ini menyulitkan pembaca dalam memahami semua materi. Dimensi buku ini terlalu tebal sehingga kurang praktis untuk di bawa dalam perjalanan.

            Meskipun begitu, buku ini layak untuk dibaca khalayak umum karena buku ini dapat memotivasi pembaca dalam menghadapi permasalahan-permasalahan dan membuat pembaca dapat merasakan hidup berbahagia.



Ringkasan
            Setiap ucapan baik, doa yang tulus, rintihan yang jujur, air mata yang menetes penuh keikhlasan, dan semua keluhan yang menggundahgulanakan hati adalah hanya pantas di tujukan ke hadirat-Nya.
            Pikirkanlah dan Syukurilah artinya ingatlah setiap nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita. Karena Dia telah melipatkan nikmat-Nya dari ujung rambut di atas kepala hingga ke bawah kedua telapak kaki.
            Mengingat dan mengenang masa lalu, kemudian bersedih atas nestapa dan kegagalan di dalamnya merupakan tindakan bodoh dan gila. Itu sama saja artinya dengan membunuh semangat, memupuskan tekad dan mengubur masa depan yang belum terjadi.
            Jangan pernah mendahului sesuatu yang belum terjadi! Hari esok adalah sesuatu yang belum nyata dan dapat diraba, belum berwujud, dan tidak memiliki rasa dan warna. Hari esok ada dalam alam gaib dan belum turun ke bumi. Maka tidak sepantasnya kita menyeberangi sebuah jembatan sebelum sampai diatasnya.
            Berbuat baik terhadap orang lain, melapangkan dada. Kebajikan itu sebajik namanya, keramahan itu seramah wujudnya, dan kebaikan itu sebaik rasanya. Orang-orang yang pertama kali akan dapat merasakan manfaat dari semua itu adalah mereka yangmelakukannya. Mereka akan merasakan “buah”nya seketika itu juga dalam jiwa, akhlak, dan nurani mereka. Sehingga, mereka pun selalu lapang dada, tenang, tentram dan damai
            Isi waktu luang dengan berbuat! orang- orang yang banyak menganggur dalam hidup ini, biasanya akan menjadi penebar isu dan desas desus yang tak bermanfaat. Itu karena akal pikiran mereka selalu melayang-layang tak tahu arah.
            Qhada’ dan Qadar. Apa yang membuat kita benar, maka tak akan membuat kita salah. Sebaliknya, apa yang membuat kita salah, maka tak akan membuat kita benar. Jika keyakinan tersebut tertanam kuat pada jiwa kita dan kukuh bersemayam dalam hati kita, maka setiap bencana akan menjadi karunia, setiap ujian menjadi anugerah, dan setiap peristiwa menjadi penghargaan dan pahala. Karena iut, jangan pernah merasa gundah dan bersedih dikarenakan suatu penyakit, kematian yang semakin dekat, kerugian harta, atau rumah terbakar. Betapapun, sesungguhnya Sang Maha Pencipta telah menentukan segala sesuatunya dan takdir telah bicara. Usaha dan upaya dapat sedemikian rupa, tetapi hak untuk menentukan mutlak milik Allah. Pahala telah tercapai, dan dosasudah dihapus. Maka, berbahagialah orang-orang yang tertimpa musibah atas kesabaran dan kerelaan mereka terhadap Yang Maha Mengambil, Maha Pemberi, Maha Mengekang lagi Maha Lapang.
            Bersama kesulitan ada kemudahan. Mereka yang terpaku pada waktu yang terbatas dan pada kondisi yuang [mungkin] sangat kelam, umumnya hanya akan merasakan kesusahan, kesengsaraan, dan keputusasaan dalam hidup mereka. Itu karena merekahanya menatap dinding-dinding kamar dan pintu-pintu rumah mereka. Padahal, mereka seharusnya menembuskan pandangan sampai kebelakang tabir dan berpikir lebih jauh tentang hal-hal yang berada diluar pagar rumahnya. Maka dari itu, jangan pernah merasa terhimpit sejengkalpun, karena setiap keadaan pasti berubah. Dan sebaik-baik ibadahadalah menanti kemudahan dengan sabar.
            Sebaiknya kita selalu melihat sisi lain dari kesedihan itu. Sebab, belum tentu semuanya menyedihkan, pasti ada kebaikan, secercah harapan, jalan keluar serta pahala. Betapapun, kita harus selalu melihat dan yakin bahwa di balik musibah terdapat ganti dan balasan dari Allah yang akan selalu berujung pada kebaikan kita.
            Jalanilah hidup ini sesuai dengan kenyataan yang ada. Jangan larut dalam khalayan. Dan, jangan pernah menerawang ke alam imajinasi. Hadapi kehidupan ini apa adanya; kendalikan jiwa kita untuk dapat menerima dan menikmatinya! Bagaimanapun, tidak mungkin semua teman tulus kepada kita dan semua perkara sempurna di mata kita. Sebab, ketulusan dan kesempurnaan itu ciri dan sifat kehidupan dunia.
            Sungguh, betapa banyaknya penderitaan yang terjadi, dan berapa banyak pula orang-orang yang sabar menghadapinya. Maka kita bukan hanya satu-satunya orang yang mendapat cobaan. Bahkan, mungkin saja penderitaan atau cobaan kita tidak seberapa bila dibandingkan dengan cobaan orang lain.
            Kini, sudah tiba waktu kita untuk memandang diri kita mulia bersama mereka yang terkena musibah dan mendapat cobaan. Sudah tiba pula waktu kita untuk menyadari bahwasannya kehidupan dunia ini merupakan penjara bagi orang-orang mukmin dan tempat kesusahan dan cobaan. Bandingkan penderitaan kita dengan penderitaan orang-orang di sekitar kita dan orang-orang sebelum kita, niscaya kita akan sadar bahwa kita sebenarnya beruntung dibanding mereka. Bahkan , kita akan merasakan bahwa penderitaan kita itu hanyalah duri-duri kecil yang tak ada artinya. Maka, panjatkan segala pujian kepada Allah atas semua kebaikan-Nya itu, bersyukurlah kepada-Nya atas semua yang diberikan kepada kita, bersabarlah atas semua yang di ambil-Nya, dan yakinlah kemuliaan kita bersama orang-orang menderita di sekitar kita
            Jika kita diliputi ketakutan, dihimpit kesedihan, dan dicekik kerisauan, maka segeralah bangkit untuk melakukan shalat, niscaya jiwa kita akan kembali tentram dan tenang. Sesungguhnya, shalat itu – atas izin Allah – sangatlah cukup untuk hanya sekadar menyirnakan kesedihan dan kerisauan. Salah satu nikmat Allah yang paling besar – jika kita mau berpikir – adalah bahwa shalat wajib lima waktu dalam sehari semalam dapat menebus dosa-dosa kita dan mengangkat derajat kita di sisi Rabb kita. Bahkan shalat lima waktu juga dapat menjadi obat paling mujarab untuk mengobati pelbagai kekalutan yang kita hadapi dan obat yang sangat manjur untuk berbagai macam penyakit yang kita derita. Betapapun, shalat mampu meniupkan ketulusan iman dan kejernihan iman ke dalam relung hati, sehingga hati pun selalu ridha dengan apa saja yang telah ditentukan Allah.
            Lain halnya dengan orang yang lebih senang menjauhi masjid dan meninggalkan shalat. Mereka niscaya akan hidup dari satu kesusahan ke kesusahan yang laim, dari guncangan jiwa yang lain, dan dari kesengsaraan yang satu ke sengsaraan yang lain.
            Menyerahkan semua perkara kepada Allah, bertawakal kepada_nya, percaya sepenuhnya terhadap janji-janji_nya, ridha dengan apa yang dilakukan-Nya, berbaik sangka kepada-Nya, dan menunggu dengan sabar pertolongan dari-Nya merupakan buah keimanan yang paling agung dan sifat yang paling mulia dari seorang mukmin. Dan ketika seorang hamba tenang bahwa apa yang akan terjadi itu baik baginya, dan ia menggantungkan setiap permasalahannya hanya kepada Rabb-nya, maka ia akan mendapatkan pengawasan, perlindungan, pencukupan serta pertolongan dari Allah.
            Manusia tidak akan pernah mampu melawan setiap bencana, menaklukan setiap derita, dan mencegah setiap malapetaka dengan kekuatannya sendiri. Sebab, manusia adalah makhluk yang sangat lemah. Mereka akan mampu menghadapi semua itu dengan baik hanya bila bertawakal kepada Rabb-nya, percaya sepenuhnya kepada Perlindungnya, dan menyerahkan semua perkara kepada-Nya. Karena, jika tidak demikian, jalan keluar mana lagi yang akan ditempuh manusia yang lemah tak berdaya ini saat menghadapi ujian dan cobaan?.
            Di antara perkara yang dapat melapangkan dada dan melenyapkan awan kesedihan adalah berjalan menjelajah negeri dan membaca “buku penciptaan” yang terbuka lebar ini untuk menyaksikan bagaimana pena-pena kekuasaan menuliskan tanda-tanda keindahan di atas lembaran-lembaran kehidupan.
            Mengurung diri dalam kamar yang sunyi bersama kekosongan yang membahayakan merupakan cara ampuh untuk bunuh diri. Kamar kita bukanlah alam semesta. Dan kita bukan manusia satu-satunya di alam semesta. Karena itu, mengapa kita harus menyerahkan diri kepada “pembisik-pembisik” kesusahan dan kesedihan? Tidakkah kita sebaiknya menyatukan pandangan, pendengaran dan hati untuk menyeru kepada diri kita sendiri. Menjelajahi pelosok-pelosok negeri merupakan kegiatan yang sangat menyenangkan. Bahkan, para dokter sudah banyak merekomendasikan kepada mereka yang sedang stress menghadapi sesuatu persoalan dan tertekan oleh beratnya hidup, agar melepaskan semua itu dengan berjalan ke tempat-tempat indah yang tak pernah ia kunjungi. Karena iut, marilah sesekali kita berjalan menjelajah pelosok negeri untuk mencari ketenangan, bergembira, berpikir, dan sekaligus menghayati ciptaan Allah yang sangat luas ini.
            Sabar itu Indah, bersabar diri merupakan ciri orang-orang yang menghadapi pelbagai kesulitan dengan lapang dada, kemauan yang keras, serta ketabahan yang besar. Bersabarlah karena Allah ! Dan sebaiknya kita bersabar sebagaimana kesabaran orang yang yakin akan datangnya kemudahan, mengetahui tempat kembali yang baik, mengharap pahala, dan senang mengingkari kejahatan. Seberapa pun besar permasalahan yang kita hadapi, tetaplah bersabar. Karena kemenangan itu sesungguhnya akan datang bersama dengan kesabaran. Jalan keluar datang bersama kesulitan. Dan, dalam setiap kesulitan itu ada kemudahan.
            Letakkanlah setiap persoalan sesuai dengan ukuran, bobot dan kadarnya. Janganlah sekali-kali kita melakukan kezaliman dan melampaui batas.  Abaikanlah hal-hal sepele yang tak penting. Jangan sampai kita hanya disibukkan olehnya dan waktu kita habis karenanya. Dengan begitu, niscaya kita kegundahan dan kecemasan akan selalu menjauhi kita. Dan kita pun selalu riang ceria.
            Jika kita ingin bahagia, maka terimalah dengan rela hati bentuk perawakan tubuh yang diciptakan Allah untuk kita, apapun kondisi keluarga kita, bagaimanapun suara kita, seperti apapun kemampuan daya tangkap dan pemahaman kita, serta seberapapun penghasilan kita. Bahkan, kalau ingin meneladani para guru sufi yang zuhud, maka sesungguhnya mereka telah melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar apa yang di sebutkan itu. Mereka selalu berkata, “ seyogyanya kita senantiasa tetap senang hati menerima sedikit apapun yang kita miliki dan rela dengan segala sesuatu yang tidak kita miliki”.
            Berikut ini adalah beberapa tokoh terkenal yang kehidupan duniawi mereka kurang beruntung.
  1. ‘Atha ibn Rabah, seorang yang paling alim pada zamannya adalah seorang mantan budak berkulit hitam, berhidung pesek, lumpuh tangannya, dan berambut keriting
  2. Ahnaf ibn Qais, orang Arab yang dikenal paling sabar dan penyantun ini sangat kurus tubuhnya, bongkok punggungnya, melengkung betisnya dan lemah postur tubuhnya.
  3. Al-A’masy, aahli hadits kenamaan di dunia ini adalah sosok manusia yang sayu sorot matanya dan seorang mantan budak yang fakir, compang-camping baju yang dikenakannya, dan tidak menarik penampilan diri dan rumahnya.
  4.  
Ini mengisyaratkan bahwa harga diri kita ditentukan oleh kemampuan, amal salih, kemanfaata, dan akhlak kita. Karena itu, janganlah kita bersedih dengan wajah yang kurang cantik, harta yang tak banyak, anak yang sedikit, dan rumah yang tak megah ! Singkatnya, terimalah setiap pembagian Allah dengan penuh kerelaan hati.


            Keadilan merupakan tuntutan akal dan juga syariat. Keadilan adalah tidak berlebih-lebihan, tidak melampaui batas, tidak memboroskan-boroskan, dan tidak menghambur-hamburkan. Maka, barangsiapa menginginkan kebahagiaan, ia harus senantiasa mengendalikan setiap perasaan dan keinginannya. Dan ia harus pula mampu bersikap adil dalam kerelaan dan kemurkaanya, dan juga adil dalam kegembiraan dan kesedihannya. Betapapun, tindakan berlebihan dan melampaui batas dalam menyikapi segala peristiwa merupakan wujud kezaliman kita terhadap diri kita sendiri.
Manusia yang paling sengsara adalah dia yang menjalani kehidupan ini dengna hanya mengikuti hawa nafsu dan menuruti setiap dorongan emosi serta keinginan hatinya. Pada kondisi yang demikian itu, manusia akan merasa setiap peristiwa menjadi sedemikian berat dan sangat membebani, seluruh sudut kehidupan ini menjadi semakin gelap gulita, dan kebencian, kedengkian serta dendam kesumat pun mudah bergolak di dalam hatinya.
            Dan akibatnya, semua itu membuat seseorang hidup dalam dunia khayalan dan ilusi. Ia akan memandang setiap hal di dunia ini musuhnya, ia menjadi mudah curiga dan merasa setiap orang di sekelilingnya sedang berusaha menyingkirkan dirinya, dan ia akan selalu dibayangi rasa was-was dan kekhawatiran bahwa dunia ini setiap saat akan merenggut kebahagiaannya. Demikianlah, maka orang seperti itu senantiasa hidup dibawah naungan awan hitam kecemasan, kegelisahan dan kegundahan.
            Bersedih tak diajarkan syariat dan tak bermanfaat. Bersedih itu sangat dilarang, bersedih itu hanya akan memadamkan kobaran api semangat, meredamkan tekad, dan membekukan jiwa. Dan kesedihan itu ibarat penyakit demam yang membuat tubuh menjadi lemas tak berdaya. Mengapa demikian?
            Tak lain, karena kesedihan hanya memiliki daya yang menghentikan dan bukan menggerakkan. Dan itu artinya sama sekali tidak bermanfaat bagi hati. Bahkan, kesedihan merupakan satu hal yang paling disenangi setan. Maka dari itu, setan selalu berupaya agar seorang hamba bersedih untuk menghentikan setiap langkah dan niat baiknya.
           
            Kesedihan adalah teman akrab kecemasan. Adapun perbedaanya antara keduanya adalah manakala suatu hal yang tidak disukai hati itu berkaitan dengan hal-hal yang belum terjadi, ia akan membuahkan kecemasan. Sedangkan bila berkaitan dengan persoalan masa lalu, maka ia dapat melemahkan semangat dan kehendak hati untuk berbuat suatu kebaikan.
            Kesedihan dapat membuat hidup menjadi keruh. Ia ibarat racun berbisa bagi jiwa yang dapat menyebabkan lemah semangat, krisis gairah, dan galau dalam menghadapi hidup ini. Dan itu, akan berujung pada ketidakacuhan diri pada kebaikan, ketidakpedulian pada kebajikan, kehilangan semangat untuk meraih kebahagiaan, dan kemudian akan berakhir pada pesimisme dan kebinasaan diri yang tiada tara.
            Meski demikian, pada tahap tertentu kesedihan memang tidak dapat dihindari dan seorang terpaksa harus bersedih karena suatu kenyataan. Berkenaan dengan ini, disebutkan bahwa para ahli surga ketika memasuki surga akan berkata,
“Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami”
[QS. Fathir: 34]. Ini menandakan bahwa ketika di dunia mereka pernah bersedih sebagaimana mereka tentu saja pernah ditimpa musibah yang terjadi di luar ikhtiar mereka. Hanya, ketika kesedihan itu harus terjadi dan jiwa tidak lagi memiliki cara untuk menghindarinya, maka kesedihan itu justru akan mendatangkan pahala. Itu terjadi, karena kesedihan yang demikian merupakan bagian dari musibah atau cobaan. Maka dari itu, ketika seorang hamba ditimpa kesedihan hendaknya ia senantiasa melawannya dengan doa-doa dan sarana-sarana lain yang memungkinkan untuk mengusirnya.
            Kesedihan yang terpuji – yakni yang dipuji setelah terjadi – adalah kesedihan yang disebabkan oleh ketidakmampuan menjalankan suatu ketaatan atau dikarenakan tersungkur dalam jurang kemaksiatan. Dan kesedihan seorang hamba yang disebabkan oleh kesadaran bahwa kedekatan dan ketaatan dirinya kepada Allah sangat kurang. Maka, hal itu menandakan bahwa hatinya hidup dan terbuka untuk menerima hidayah dan cahaya-Nya.


            Kesedihan dapat menyebabkan Abses. Ini adalah pernyataan Dr. Joseph F. Montagno, penulis buku The Problem of Nervousness. Dalam buku tersebut Montagno mengatakan: “Penyebab abses yang kita derita bukan berasal dari makanan yang kita konsumsi, tapi karena sesuatu yang memakan dirimu.”
            Sesuai dengan yang ditulis oleh majalah Life, bahwa abses ini menempati urutan kesepuluh dalam daftar penyakit yang mematikan.
            Dampak dari kesedihan, kegundahan, dan kedengkian
  1. Hancurnya rumah tangga
  2. Bencana yang bersifat materi dan kesedihan
  3. Kesendirian dan kecemasan
  4. Perasaan terhina dan dendam kesumat

Jangan bersedih. Sebab rasa sedih akan selalu menganggumu dengan kenangan masa lalu. Kesedihan akan membuat kita khawatir dengan segala kemungkinan di masa mendatang. Serta akan menyia-nyiakan kesempatan kita pada hari ini.
Jangan bersedih. Karena rasa sedih hanya akan membuat hati menjadi kecut, wajah muram, semangat makin padam, dan harapan kian menghilang.
Janganlah bersedih. Sebab kesedihan hanya akan membuat musuh gembira, kawan bersedih, dan menyenangkan para pedengki. Kerap membuat hakikat-hakikat yang ada berubah.
Jangan bersedih. Karena rasa sedih sama dengan menentang qadha’ dan menyesali sesuatu yang pasti. Kesedihan membuat kita jauh dari sikap lembut, juga benci terhadap nikmat.
Jangan bersedih. sebab rasa sedih tidak akan pernah mengembalikan sesuatu yang hilangdan semua yang telah pergi. Tidak pula akan membangkitkan orang yang telah mati. Tidak mampu menolak takdir, serta tidak mendatangkan manfaat.
Jangan bersedih. Karena rasa sedih itu datangnya dari setan. Kesedihan adalah rasa putus asa yang menakutkan, kefakiran yang menimpa, putus asa yang berkelanjutan, depresi yang harus di hadapi, dan kegagalan yang menyakitkan.

Kebahagiaan itu, menurut para sahabat, adalah sesuatu yang tidak banyak menyibukkan, kehidupan yang sangat sederhana, dan penghasilan yang pas-pasan.
Kebahagiaan itu adalah keriangan hati, karena kebenaran yang dihayatinya. Kebahagiaan adalah lapang dada, karena prinsip yang menjadi pedoman hidup. Juga, kebahagiaan adalah ketenangan hati, karena kebaikan di sekelilingnya.
Kunci kebahagiaan. Jika kita ber-ma’rifat kepada Allah, menyucikan-Nya, beribadah kepada-Nya, dan menempatkan-Nya sebagai Ilah, sementara kita berada di dalam sebuah gubuk, niscaya kita akan mendapat kebaikan, kebahagiaan, ketenangan, dan rasa damai.
Namun jika kita menyimpang, walaupun tinggal di dalam istana yang paling megah, di rumah yang paling luas, dan memiliki semua yang kita sukai, maka ketahuilah bahwa akhir kehidupan adalah pahit sekali dan penderitaan dalam arti yang sebenarnya. Dan, itu berarti bahwa kita hingga kini belum memiliki kunci kebahagiaan.